BELAJAR, BERJUANG, BERTAQWA

Rabu

Mancanegara Tertarik Belajar NU

Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.dengan menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Tidak hanya di Indonesia NU juga berkembang di berbagai Negara di dunia dan banyak mancanegara yang ingin belajar NU, dari mulai Masyarakat secara umum (masyarakat awam sampai para Ulama. Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali menyatakan, ulama negara Afghanistan dan Malaysia sangat tertarik belajar ajaran dan tradisi Nadlatul Ulama. Terutama pada sikap NU yang tasamuh, tawasuth, tawazun, dan musyawarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita harus bangga menjadi NU karena banyak ulama luar seperti Afghanistan maupun Malaysia berdatangan ke Indonesia untuk mengetahui ajaran, tradisi, dan peranan NU membentuk dan mengawal Indonesia,” katanya dalam acara Halaqoh Pondok pesantren yang dilaksanakan Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semaranag di Hotel Abbas Kudus, Jawa Tengah, Ahad (22/9).

Di depan ratusan santri dari berbagai pesantren Kudus, Jepara dan Demak ini, As’ad lebih banyak menceritakan kedatangan ulama Afghanistan yang mengunjungi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta belum lama ini.  Dikatakannya, para ulama Afghanistan sangat kagum terhadap tradisi pesantren yang melatih dan mendidik langsung para santri untuk selalu dzikir, tawadhu, berakhlakul karimah, dan takut dosa.

“Kekaguman mereka terlihat saat kita ajak mengunjungi pesantren di  Yogyakarta. Bahkan mereka sangat histeris mendapat sambuatan dengan tradisi NU Dzibaan dan istighosahan,” ujarnya.

Saat mengunjungi Museum NU di Surabaya, ulama Afghanistan melihat isi surat Komite Hijaz yang dikirim kepada Kerajaan Arab Saudi. Mereka, tutur As’ad, merasa berhutang budi pada ulama (NU) Indonesia karena surat tersebut, Masjidil haram bebas menjalankan mazhab apapun.

“Ini artinya sejarah itu penting jangan sampai hilang. Oleh karenanya orang NU selain tahu akidah maupun syariah, harus selalu menjaga sejarah dan tradisinya,” tegas As’ad.

As’ad menerangkan, hubungan antara kebangsaan dan keagamaan itu satu kesatuan yang tidak perlu dipertentangkan. Ia mencontohkan, Mbah Wahab Hasbullah pada tahun 1916 membentuk organisasi bernama Nahdlatul Wathan untuk menumbuhkan semangat keislaman dan nasionalisme.

Di akhir ceramahnya, ia menegaskan Pancasila merupakan manifestasi dari ajaran yang dibawa para wali. Pancasila adalah final dan harga mati sebagai dasar negara.

“NU berperan besar memperjuangkan Pancasila. Makanya orang NU harus mengisi dan mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara secara damai,” tandasnya. (Qomarul Adib/Abdullah Alawi)

sumber
http://www.nu.or.id

0 komentar:

Posting Komentar