Dalam tradisi pesantren, gelar kiai biasanya digunakan untuk menunjukkan para ulama dari kelompok Islam tradisional, dan merupakan elemen paling pokok dalam sebuah pesantren. Dalam struktur sosial, politik dan masyarakat mereka digolongkan ke dalam salah satu dari kelompok elite. Walaupun perhatian mereka sebenarnya lebih terfokus pada masalah-masalah agama semata, tetapi dalam kehidupan sosial keberadaan para kiai dianggap mampu membuat keputusan-keputusan yang penting, tidak hanya dalam kehidupan keagamaan saja, melainkan juga dalam percaturan politik. Barangkali karena alasan inilah, maka ada sementara ahli yang mengatakan bahwa kiai dengan pesantrennya pada dasarnya identik dengan sebutan kerajaan kecil, dimana kiai merupakan sumber kekuasaan dengan kewenangan yang absolut. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa keberadaan kiai sebagai guru merupakan unsur yang paling pokok dalam sebuah pesantren. Seorang alim biasa disebut kiai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara kiai dengan santri dapat diibaratkan seperti dua sisi dalam mata uang. Artinya seorang kiai sebagai guru mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan para santri atau murid-muridnya. Hubungan antara kiai dengan santri dalam kehidupan sehari-hari, nampaknya sangat dipengaruhi oleh pandangan dan keyakinan yang hidup di kalangan para santri, bahwa kiai sebagai penyalur keilmuan yang dapat memancarkan kepada para santrinya. Selain itu, konsep-konsep ajaran Islam yang mewajibkan seorang muda menghormati orang yang lebih tua, atau seorang anak harus hormat, patuh dan taat kepada orang tua, nampaknya sangat mempengaruhi bentuk pola hubungan di antara mereka. Oleh sebab itu, pola hubungan yang terwujud di antara para santri dengan kiainya tidak hanya terbatas pada hubungan antara murid dengan gurunya, melainkan juga mencerminkan hubungan antara anak dengan orang tuanya. Hal yang demikian, diakui pula oleh para santri di Pondok Pesantren Attaroqi. Salah seorang santri senior, yang telah lama mengabdikan dirinya di pondok pesantren ini menuturkan, bahwa K.H. Alawy Muhammad yang kini menjadi pimpinan di pondok pesantren ini para santri menganggapnya sebagai orang tuanya sendiri. Sebagai seorang santri senior yang telah berhasil membaca kitab kuning, ia merasa bahwa keberhasilan itu sangat di dukung oleh kiainya, terutama K.H. Alawy Muhammad. Dukungan itu bukan hanya berupa nasehat belaka, melainkan juga dukungan materi, sehingga telah mengantarkannya menjadi seorang ustadz Dampak sosiologis yang ditimbulkan dari kedudukan kiai berperan dalam membentuk ekspektasi- ekspektasi sosial di pesantren. Dengan kelebihan, baik secara sosial maupun spiritual, kiai memiliki pesan sentral yang dapat mengubah hubungan sosial antara kiai dan santri yang semula bersifat kontraktual menjadi hubungan pertukaran (social exchange). Kedudukan dan peran sosial kiai menjadi sentralistis dan berpengaruh besar dalam membentuk kesadaran intersubyektif santri, terutama cita-citanya dalam "meraih" kehidupan ala kiai (self indication) sebagai pemimpin spiritual (Romas, Vol.2, No.2, Juli-Desember 2008 :2-3). Oleh karena itu, kiai adalah elemen pokok dalam komunitas pesantren yang memiliki kedudukan dan peran sosial dominan sekaligus berfungsi sebagai pembentuk konsensus dan penegak nilai-nilai dan norma-norma kehidupan pesantren
Sember : Sosiologi Agama Universitas Sunan Kalijga 1
0 komentar:
Posting Komentar